Senin, 02 Mei 2011

Jangan Padamkan Kreativitas si Kecil dengan Mengkritiknya


BOLAK-balik Ilham menatap lembar kertas yang sudah dicorat-coret oleh Raha, putranya yang masih batita. "Tiyeks Ayah..itu tiyeks (maksudnya T-Rex)," kata Raha seperti mengerti kebingungan sang ayah. Apa daya, Ilham tak dapat menyembunyikan kernyitan alisnya. Hampir saja terlontar dari mulutnya, "Lo, apa miripnya benang kusut ini sama T-Rex?"


Hehehe..untuk memahami karya si maestro cilik memang butuh imajinasi yang tinggi. Sementara apa yang terjadi? Orangtua kerap menilai gambar atau lukisan anak dari kacamatanya sendiri. Enggak nyambung, kan? Karenanya, orangtua perlu membekali diri dengan teori "kritik seni rupa" anak. Ini dia teorinya: penelitian Rhonda Byrne (Amerika) mengungkapkan perkembangan gambar anak dibagi dalam 5 tingkatan usia, yaitu perkembangan gambar anak 2-4 tahun, 4-7 tahun, 7-9 tahun, 9-11 tahun, dan 11-13 tahun. Perkembangan gambar anak batita digolongkan pada kategori 2-4 tahun. Adapun dalam masa ini perkembangan gambarnya dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu:

1. Masa coreng-moreng
Biasanya ditemui pada anak 1-2 tahunan. Anak akan mencoret-coret dengan menarik garis sesuka hatinya. Lantaran itu, hasilnya berupa garis-garis atau benang kusut. Anak merasakan suatu dorongan atau keinginan untuk membuat/ menyatakan sesuatu yang diungkapkannya melalui mencoreng. Dimasa ini anak belum bisa mengemukakan apa yang ada dalam pikirannya. Yang jelas, setelah anak mencoreng ia merasa senang. Selain itu, tahap ini merupakan langkah awal ke perkembangan menggambar berikutnya.

2. Masa corengan terkendali
Selanjutnya secara melandai, perkembangan dari corengan tak beraturan ini mengarah pada corengan terkendali. Hal ini sejalan dengan kemampuan menggenggam yang lebih baik dan terkendali. Gambar yang dihasilkan memang belum sempurna dan mungkin masih berbentuk benang kusut. Namun, anak mulai mengartikannya secara mendalam. Ketika menggambar, dia sudah bisa merasakan apa yang akan dibuatnya.

3. Masa corengan bernama
Sejalan dengan masa corengan terkendali, anak pun beralih ke masa corengan bernama. Di sini anak sudah bisa menyatakan pada orangtuanya gambar apa yang dibuatnya, meski belum jelas dan sempurna. Umpama, gambar satu bulatan dikatakan sebagai gambar orang.

EKSPRESI SENI
Dengan memahami perkembangan menggambar anak usia batita, orangtua diharapkan bisa menilai tanpa kritikan. Asal tahu saja, kritik yang tidak pada tempatnya atau kelewat sering bisa memengaruhi mental anak. Terutama anak-anak yang sangat peka perasaannya. Sebaliknya, pujilah hasil corengannya dan biarkan dia mengekspresikan apa pun dalam corengannya.

Ekspresi seni yang bebas menjadi hal yang sangat krusial bagi anak untuk mengungkapkan dorongan eksplorasi, berkreasi, serta menyatakan pikiran dan perasaannya. Melalui gambar, anak bahkan dapat mengungkapkan kecemasan, kerinduan, dan harapannya. Karenanya kegiatan menggambar sangat baik bagi anak, selain untuk menyiapkan kemampuan menulisnya di usia yang lebih tinggi.

Soal bakat tidak perlu terlalu dipikirkan. Yang penting adalah kebebasan berekspresi. Anak dengan bakat menggambar yang minim pun dapat menemukan manfaatnya asalkan dibebaskan berekspresi. Tahukah Anda? Di antara anak-anak yang berprestasi gambar, sekitar 70%-nya didominasi mereka yang tidak berbakat tapi punya keinginan dan minat sehingga tergali potensinya. Sedangkan 3% saja yang benar-benar berbakat.

Di usia batita, tak ada anak yang tak suka menggambar. Ajaib, kan? Demi mendapatkan manfaatnya, pupuklah anugerah ini dengan cara:

· Memfasilitasi dengan perlengkapan gambar
Berikan anak kertas kosong atau dinding di ruangan tertentu yang boleh dicorat-coret beserta alat tulis seperti kapur, pensil, spidol, krayon, serta rol atau kuas dengan catnya (pastikan bahannya tidak beracun). Dengan cat anak batita bisa diajak membuat foot/hand/finger painting yang sangat ekspresif. Seperti apa tekstur cat yang dipakainya juga berguna dalam melatih indra perabaan anak. Cat yang kental dan encer tentu berbeda.

Bagaimana dengan baju yang kotor? Daripada Anda melarang anak main corat-coret lebih baik pakaikan baju yang memang direlakan untuk dikotori. Perlukah memberikan buku-buku mewarnai kepada anak? Menurut penelitian, gambar-gambar bagus dalam buku mewarnai bisa-bisa malah membuatnya merasa tak sanggup atau kurang pandai menggambar. Karenanya, orangtua perlu menyikapinya dengan menjelaskan kepada anak bahwa gambarnya tak harus sama seperti gambar dalam buku. Tetap berikan pujian atas apa pun gambarnya.

· Bebaskan anak untuk berekspresi
Biarkan anak mengembangkan kreativitasnya sedini mungkin dengan menuangkan ide yang dapat mengungkapkan jati dirinya. Anak akan memilih, hendak menggambar dengan media apa. Tak masalah jika sekarang ia memilih krayon dan lain waktu spidol. Bagaimana kalau anak ingin menggambar di dinding? Lapisi dinding setinggi tubuhnya dengan kertas karton yang lebar.

· Mengikutkan anak pada kursus atau sanggar gambar
Tentu saja, memasukkan anak ke kursus menggambar bukan suatu keharusan. Kalaupun mau, pilih tempat kursus yang memang benar-benar mengerti kebutuhan anak: memberi kebebasan dalam berekspresi dan menuangkan imajinasi serta kreativitasnya tanpa memandang gambarnya itu salah-benar atau bagus-tidak. Biarkan anak sendiri yang mengungkapkan gambarnya seperti apa. Salah pilih tempat kursus malah bisa menekan kreativitas si kecil. Kelebihannya, tempat kursus juga melatih disiplin karena anak dituntut menuntaskan gambarnya. Namun, ini pun bisa diterapkan orangtua di rumah kok.

Intinya, jadikan tahap coret-coret anak sebagai tahapan yang mengasyikan dan bermanfaat bagi sang buah hati. Anda tak perlu sampai mengernyitkan alis segala.

KIAT MEMILIH KURSUS GAMBAR
* Memakai pendekatan individual.
Kemampuan masing-masing anak tidak disamaratakan. Dalam menggambar, anak diberi kebebasan. Contoh, anak diminta menggambar bebek seperti pengalaman yang dia peroleh sehari-hari, sehingga hasil gambarnya pun berbeda-beda. Ada yang kakinya panjang, ada bebek yang sedang nungging.
Beberapa kursus gambar menerapkan sistem kurikulum dimana pada setiap tingkatan anak harus bisa menggambar sejumlah gambar yang sudah ditetapkan. Biasanya tempat-tempat kursus gambar semacam ini akan membuat anak merasa bosan dan bisa mengekang kreativitasnya. Gambar peserta kursus pun akan terpola sama.

* Mengutamakan komunikasi dengan anak
Sebelum memulai, anak ditanya keinginannya untuk menggambar apa. Bagi anak-anak yang sulit diajak berkomunikasi, seharusnya instruktur mengarahkan berdasarkan pengalaman anak. Misalnya, "Kamu kemarin sama Ayah ke mana? Kamu mau gambarkan apa yang dilakukan sama Ayah?"

* Belajar sambil bermain
Kendala menggambar pada anak usia batita biasanya berupa konsentrasi yang masih mudah teralihkan. Umumnya konsentrasi anak bertahan selama 10 menit kemudian bermain dulu dan nanti kembali menggambar. Kursus yang baik adalah yang memahami hal ini.


Sumber : tabloid-nakita.com

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk Para Sahabat Aku Sang Pelangi ;
Silahkan berikan komentar sebagai kenangan bahwa Anda pernah berkunjung di sini. Komentar juga berguna sebagai motivasi dan koreksi jika ada kesalahan dalam pembuatan posting di blog saya yang sederhana ini.
Terima kasih.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...