
Tentu saja, cukup-tidak penghargaan sangat relatif sifatnya. "Bukan tak mungkin pasangannya sudah melimpahkan cinta dan perhatiannya, tapi ia tetap menganggapnya kurang," kata psikolog yang biasa disapa bung Monty ini. Kalau sudah begitu, ia bak musafir yang senantiasa kehausan. Sebesar apa pun upaya pasangan dan anak-anaknya untuk memenuhi kebutuhannya itu, ia takkan pernah merasa puas.
Yang jelas,jika seseorang rela membayar mahal dan melepaskan energi begitu besar untuk mendapatkan pemuasan dari luar, tak lain karena ia menganggap yang diperolehnya tadi memang lebih berharga ketimbang yang didapatnya di rumah.
Menurut Bung Monty, ada orang yang tergolong happy lucky alias lancar sekali rejekinya, meski dalam sekejap bisa ludes lantaran kelewat royal. Nah, terhadap orang semacam ini, kita tak bisa berbuat apa-apa karena pribadinya memang begitu. "Nggak perlulah kita terlalu menyetir urusan pribadi orang lain, sekalipun suami atau istri sendiri. Terima saja apa adanya dan anggap 'cacat'nya sebagai bagian dari kesenangannya." Justru kalau kita ngotot mengubahnya, kita sendiri yang capek. Bukankah seseorang bisa berubah hanya bila dirinya sendiri memang menginginkan perubahan itu?
Jadi, sepanjang dana yang ia gunakan untuk menjadi "sinterklas" di luaran adalah uang pribadi dan tak mengusik kebutuhan rumah tangga, "biarkan saja, deh." Kalau kita tetap keras kepala pingin ngatur juga, apalagi mengerem, cuma membuatnya jadi berontak dan protes.
Yang terbaik, anjur Bung Monty, buat kesepakatan bidang apa saja yang menjadi tanggungan masing-masing pihak, jika suami-istri sama-sama bekerja. Jika cuma salah satu yang bekerja, juga bisa dibuat kesepakatan semisal berapa dana yang disediakan untuk kebutuhan rumah tangga tiap bulan.
"Supaya aman, buat rekening terpisah untuk mencukupi kebutuhan keluarga yang tak bisa diutak-atik pasangan guna mendanai "hobi"nya. Buka pula tabungan khusus untuk masa depan dan cadangan hari-hari suram." Selanjutnya, kita mesti belajar tega jika sikap royalnya sampai membuat tanggungannya terabaikan.
Mereka yang kapasitas royalnya sudah keterlaluan, kata Bung Monty, bisa dikategorikan memiliki kelainan jiwa yang disebut gambling patologis. "Orang-orang seperti ini, gangguan kognitifnya amat besar. Dalam arti, kalau tak mentraktir-traktir sebentar saja, rasanya ada sesuatu yang aneh."
Soalnya, aktivitas bagi-bagi rejeki ini buat yang bersangkutan justru mendatangkan kenikmatan yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Dengan cara begitu, ia merasa bisa menunjukkan power atau keberdayaannya.
Sumber : kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk Para Sahabat Aku Sang Pelangi ;
Silahkan berikan komentar sebagai kenangan bahwa Anda pernah berkunjung di sini. Komentar juga berguna sebagai motivasi dan koreksi jika ada kesalahan dalam pembuatan posting di blog saya yang sederhana ini.
Terima kasih.