Minggu, 25 April 2010

Anak Cadel, Kadang Gara-Gara Ayah-Ibunya Juga

SAMPAI usia 5 tahun, si kecil mungkin masih akan cadel. Apalagi jika lingkungan ikut mendukung. Supaya tidak keterusan, Anda juga harus hati-hati menanganinya.

"Bu, kok, pelut aku cakit?" Nah, buat mereka yang punya anak balita, pasti langsung mengerti apa maksud kalimat itu. Soalnya, memang begitulah bahasa anak-anak.

Memang, tak semua anak usia 3-5 tahun masih cadel bicaranya. Banyak yang sudah pandai melafalkan kata dengan baik dan benar. Jadi, kalaupun ia masih cadel, "Wajar-wajar saja. Kemampuan anak mengucapkan kata-kata, vokal dan konsonan secara sempurna, tergantung kematangan sistem syaraf otaknya. Terutama bagian yang mengatur koordinasi motorik otot-otot lidah," terang Dra. Evi Sukmaningrum dari Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya Jakarta.
IKUTAN CADEL
Pada umumnya, kata Evi, di usia 2-3 tahun anak baru menguasai pengucapan 2/3 dari seluruh konsonan. Jadi, untuk konsonan seperti S, Z, R, ia mengalami kesulitan. Terutama huruf R. "Sebab, untuk mengucapkan R, diperlukan manipulasi yang cukup kompleks antara lidah, langit-langit, dan bibir," jelas Evi. Nah, karena itulah si kecil menjadi cadel.

Menginjak usia 3-4 tahun, otot-otot lidah mulai matang. Dengan demikian, pada usia prasekolah, anak diharap sudah bisa mengucapkan seluruh konsonan. "Hanya saja, perkembangan tiap anak, berbeda. Makanya, meski usianya sama, ada anak yang masih cadel." Perbedaan kematangan, lanjut Evi, bisa disebabkan faktor keturunan, gizi, atau nutrisi.

Selain kematangan fisiologis, cadel juga disebabkan faktor lingkungan. Saat anak bilang, "Minta cucu (susu, Red.), ibu menanggapi, "Mau cucu, ya? Cebental, ya, sayang." Jadi, si orangtua malah ikut-ikutan cadel. Padahal, seperti dituturkan Evi, reaksi seperti itu malah bisa membuat anak jadi terkondisi untuk terus bicara cadel. "Ia jadi senang karena kalau bicara cadel, ditanggapi dan dibalas cadel pula." Asal tahu saja, tugas pertama yang harus dilakukan seorang anak dalam belajar berbicara ialah mengucapkan kata. Nah, ia bisa mengucapkan kata karena meniru. Kalau Anda bicara cadel dengannya, ia akan berpikir, itulah yang benar. Jadilah dia cadel sungguhan.

Begitu juga jika ayah atau ibunya cadel (sungguhan). "Bisa saja terjadi, anak tak pernah mendengar dan belajar, bagaimana seharusnya mengucapkan R. Soalnya, dasar dari pengucapan kata-kata, dari lingkungan terdekat anak, yaitu keluarga," tutur Evi.

Pada beberapa kasus, anak yang sudah bisa melafalkan R, misalnya, tiba-tiba jadi "mundur" alias kembali cadel. "Ini bisa disebabkan faktor psikologis. Misalnya, dia cari perhatian karena baru punya adik. Nah, untuk merebut perhatian ayah dan ibunya, dia kembali men"cadel"kan dirinya."

SULIT DIDETEKSI
Umumnya pada usia 5 tahun, anak sudah tidak cadel lagi karena kematangan otot-ototnya sudah menyerupai orang dewasa. "Paling lambat usia 6 tahun. Kalau sampai umur ini dia masih cadel, berarti ada kelainan. Bisa kita duga si anak mengalami defisiensi kemampuan fonologis, yaitu ketidakmampuan untuk mengucapkan konsonan tertentu," terang Evi.

Sayangnya, sulit untuk mendeteksi, apakah kecadelan di usia 3-5 tahun akan berlanjut terus atau tidak. Soalnya, ini menyangkut sistem syaraf otak yang mengatur fungsi bahasa, yakni area broca yang mengatur koordinasi alat-alat vokal dan area wernicke untuk pemahaman terhadap kata-kata. Kerusakan pada area broca disebut motor aphasiam yang membuat anak lambat bicara dan pengucapannya tak sempurna sehingga sulit dimengerti. Sedangkan kerusakan pada area wernicke disebut sensori aphasia di mana anak dapat berkata-kata tapi sulit dipahami orang lain dan dia pun sulit untuk mengerti kata-kata orang lain.

Nah, dalam belajar berbicara, pemahaman terhadap kata-kata akan muncul lebih dulu. Baru kemudian anak bisa memproduksi kata-kata alias ngomong. Merujuk pada tingkatan perkembangan bahasa anak, di usia 1,5-2 tahun biasanya ia sudah bisa berkata, "Mama", "Papa", "Dada" dan sebagainya. Di usia 3 tahun, minimal anak sudah bisa mengkombinasikan dua kata, "Mama pergi" atau "Mau susu", dan sebagainya.

Jika anak belum mampu berbicara sesuai tingkat perkembangannya, kita patut curiga. Bukan curiga pada masalah cadelnya tetapi, "Kenapa, kok, enggak bisa ngomong seperti anak-anak lain seusianya," terang Evi.

Selain itu, kesulitan mendeteksi juga disebabkan anak usia 2-6 tahun masih berkembang. Artinya, dia sedang dalam proses belajar berbicara. "Ia tengah berada pada fase mulai menyesuaikan, mulai menambah perbedaharaan kata, meningkatkan pemahaman mengenai bahasa dan perkembangan makna kata. Termasuk juga penguasaan konsonan."

KOREKSI & PUJI
Jadi, seperti dipesankan Evi, rajin-rajinlah memberi stimulasi pengucapan yang benar pada anak. Paling lambat, saat ia berumur 2 tahun. Dengan kata lain, kalau bicara dengan anak seusia ini, "Jangan gunakan bahasa dengan pengucapan yang cadel. Jangan mengganti huruf 'S' dengan 'C' atau 'R' dengan 'L'. Jangan pula menghilangkan konsonan tertentu. "Yang paling sering adalah konsonan 'R'. Misalnya 'pergi' jadi 'pegi' atau 'es krim' jadi 'ekim'."

Jika kebetulan ayahnya cadel (tak dapat melafalkan huruf R), ibulah yang harus secara aktif memberikan stimulasi tersebut. Tapi kalau sampai ayah-ibu sama-sama tak bisa ngomong "R", maka perlu diupayakan agar si anak mendapatkan stimulasi dari orang lain semisal kakek-nenek. Atau diperkenalkan ke lingkungan lain seperti "sekolah". "Usia 3 tahun, kan, biasanya anak sudah masuk Kelompok Bermain. Nah, dari situ anak bisa belajar. Mungkin pada awalnya dia sulit ngomong 'R' karena otot-otot yang tadinya sudah matang tapi karena tak terlatih, tentunya akan menyulitkan dia untuk menyesuaikan mengatakan 'R'. Tapi kalau terus dilatih, pasti bisa. Dalam hal ini, gurunya yang harus aktif melatih si anak."

Orangtua seharusnya juga sudah bisa melihat, apakah si anak sebenarnya sudah bisa ngomong "R" atau belum. Mungkin saja hari ini dia sudah bisa bilang "Pergi" tapi besok berubah jadi "Pelgi". "Jadi, sebenarnya dia sudah bisa, cuma karena ngomong 'R' sulit, dia jadi cadel lagi atau malah 'R'nya dihilangkan." Kalau itu yang terjadi, segera koreksi anak. Katakan padanya, "Bukan pelgi, tapi pergi." Lalu minta ia mengulangi mengucapkan kata tersebut dengan benar. Kalau ia bisa melakukannya, jangan lupa beri pujian. "Aduh, pintar. Ternyata adik bisa, kan, ngomong 'pergi'."

Tapi jika saat mengulangi, ia masih juga salah, jangan dimarahi. Latih terus dan jangan lupa memujinya bila ia berhasil. Dengan demikian anak jadi tahu, "Oh, yang benar adalah "pergi" atau susu dan bukan cucu." Ia pun jadi terpola untuk berbicara dengan lafal yang benar.

MINDER
Begitulah, meski wajar-wajar saja kalau si kecil masih cadel di usia 3-5 tahun, ia harus tetap dirangsang dan dilatih untuk mengucapkan kata-kata dengan benar. Ini penting agar cadelnya tak berkelanjutan sampai ia mulai masuk sekolah dan mempengaruhi penyesuaian sosialnya.

Apalagi pada waktu anak bertambah besar, cadelnya tak akan hilang secara otomatis meskipun kadar keseringannya berkurang. Kecuali bila cadelnya memang disebabkan faktor biologis, yang lebih sulit untuk diperbaiki. "Di samping mungkin struktur lidahnya yang memang berbeda," kata Evi.

Anak usia sekolah yang cadel akan merasa berbeda dengan teman-teman sebayanya. Ia menjadi malu dan asing dari orang lain. Ia tak akan suka disuruh berbicara dalam kelas karena takut ditertawakan teman-temannya. Akibatnya, anak jadi minder dan menarik diri.

Buntut-buntutnya, rasa minder itu akan mempengaruhi self esteem atau harga diri si anak, yang berlanjut ke konsep diri. Bila sampai terjadi seperti itu, lanjut Evi, tugas orangtualah untuk membangunkan harga diri si anak agar ia tak minder. "Juga guru di sekolah." Caranya dengan menonjolkan kelebihan si anak sehingga dia tetap percaya diri bahwa, "Saya juga punya kemampuan lain, kok. Saya tidak 'kalah' dengan mereka yang enggak cadel."

Nah, Anda tentu tak ingin buah hati tercinta mengalami cadel berkepanjangan, bukan? Mulailah dari sekarang melatihnya mengucapkan kata dengan benar. Jadi, berhentilah "bercadel-cadelan" dengan anak! (Julie Erikania/nakita).

Sumber : tabloidnova.com

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk Para Sahabat Aku Sang Pelangi ;
Silahkan berikan komentar sebagai kenangan bahwa Anda pernah berkunjung di sini. Komentar juga berguna sebagai motivasi dan koreksi jika ada kesalahan dalam pembuatan posting di blog saya yang sederhana ini.
Terima kasih.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...