Kamis, 30 April 2009

Menikah dengan Teman Sekantor?

BANYAK yang berpendapat, naik ke pelaminan dengan rekan sekerja sama artinya dengan siap mengorbankan karier. Pasalnya, banyak perusahaan yang melarang pegawainya menikahi rekan sekerja.

Siapa sih yang nggak senang dilamar, tapi kalau yang meminang adalah rekan sekerja, tak urung membuat hati bimbang. Karena banyak perusahaan yang melarang suami istri bekerja dalam satu kantor.


Menurut Nuke Siska Puspita, Psi, praktisi Sumber Daya Manusia Experd, dasar pertimbangan yang melarang sesama karyawan menikah adalah untuk mencegah terjadinya conflict of interest. "Misalnya pasangan suami-istri yang tengah mengalami perbedaan pendapat di rumah, dikhawatirkan akan membawa masalahnya ke kantor sehingga akan terbawa-bawa ke urusan kerjaan. Hal itu tentu menggangu kinerja," kata Nuke.

Hal lain yang juga dihindari perusahaan adalah terbongkarnya rahasia profesional gara-gara pembicaraan antara suami-istri di rumah.

Untuk mengantisipasi hal-hal semacam itu, pemerintah telah mengaturnya dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Bab XII, Pasal 153. Bunyinya, Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan: pekerja atau buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja atau buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

Penerapan peraturan tersebut tergantung pada kebijakan setiap perusahaan. Oleh karena itu, menurut Nuke, kalau Anda berniat menikahi rekan sekerja cari tahu dulu mengenai peraturan yang berlaku di perusahaan Anda.

Siapa yang berkorban?
Merencanakan pernikahan dengan rekan sekerja berarti juga merencanakan siapa yang harus resign. Malangnya, pihak wanitalah yang sering diminta berkorban. Alasannya, pria adalah kepala rumah tangga, toh wanita setelah menikah juga akan menjadi tanggungan suaminya. Sepertinya tidak adil ya?

"Sebetulnya tidak harus selalu wanita yang mengundurkan diri. Sebaiknya sebelum memutuskan, dipikirkan dan diskusikan bersama dengan pasangan apa untung ruginya," Nuke menjelaskan.

Beberapa hal yang perlu dijadikan dipertimbangkan, imbuh Nuke, antara lain berada pada posisi apa Anda sekarang, bagaimana jenjang karier ke depan, gaji dan tunjangan yang telah diperoleh, dan sebagainya. Tak lupa lebih besar peluang siapa untuk mendapatkan pekerjaan baru.

Jadi, dalam hal ini kedua belah pihak harus memikirkan alternatif terbaik dengan melihat segala konsekuensinya. "Setelah diputuskan, segeralah mencari-cari pekerjaan baru sehingga ketika Anda atau pasangan mengundurkan diri sudah dapat pekerjaan yang baru," ujar Nuke.

Dalam usaha "gerilya" mencari pekerjaan baru, jangan ragu untuk bertanya ke bagian HRD adanya kemungkinan untuk dipindahkan ke anak perusahaan. "Ini tentunya tergantung kondisi dari anak perusahaan yang dituju, apakah ada posisi yang kosong yang bisa Anda gantikan," papar Nuke.

Bila perusahaan mengharuskan salah satu pihak mengundurkan diri, sambung Nuke, patuhi peraturan yang ada. "Menikah diam-diam bukan solusi yang tepat." Sepandai-pandainya menyimpan rahasia, nanti akan ketahuan juga. Apalagi jika ketahuan melanggar, tetap saja salah satu harus mengundurkan diri, bahkan bukan tidak mungkin Anda berdua malah dikeluarkan dari perusahaan.

Sumber : kompas.com

Artikel Terkait



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...