Banyak riset mengungkapkan bahwa musik memang mampu mempengaruhi manusia dalam banyak hal. Sebuah penelitian yang dilakukan ahli dari Universitas Indonesia (UI) misalnya, mengindikasikan bahwa iringan musik dapat memberi pengaruh positif bagi pertumbuhan gigi dan tulang rahang.
Riset yang dipresentasikan Dr. Ria Puspita, drg, pada sidang Ujian Terbuka Program Doktor di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Kamis (31/7) di Jakarta, memberi indikasi bahwa musik dapat mempengaruhi proses pertumbuhan jaringan keras, walaupun penelitiannya masih terbatas pada binatang (tikus) di laboratorium.
Dalam disertasi untuk memperoleh gelar doktornya, Ria memaparkan betapa stimulasi musik yang harmonis mampu memacu pembentukan gigi dan mandibula (tulang rahang) anak tikus wistar menjadi lebih baik dan berkualitas. Dari penelitiannya terungkap, paparan musik klasik selama masa kehamilan (pranatal) dan bayi mampu meningkatkan pertumbuhan serta kualitas gigi dan tulang rahang anak-anak tikus. Efek positif musik terhadap kualitas gigi dan tulang rahang terlihat bukan saja pada tikus yang gizinya tercukupi, tetapi juga pada anak tikus yang asupan nutrisinya kurang.
“Pada kelompok tikus dengan paparan musik dan asupan nutrisi normal, kualitas serta pertumbuhan gigi dan mandibulanya lebih baik dari kelompok tikus dengan nutrisi normal tanpa musik. Sementara pada kelompok tikus dengan asupan gizi rendah, anak tikus dengan paparan musik memiliki pertumbuhan dan kualitas gigi lebih baik dibandingkan yang tanpa paparan musik,” ungkapnya dalam pembahasan disertasi.
Menurut Dr Ria Puspita, musik secara prinsip memang dapat mempengaruhi proses dan tahapan pembentukan organ pada manusia. Musik, lanjutnya, membuat setiap proses dari tahapan pembentukan menjadi lebih teratur.
“Dalam bidang psikologi, terapi musik seringkali dikaitkan dengan tujuan untuk membentuk perilaku dan kejiwaan yang baik. Apa yang baru di sini bahwa musik juga dapat mempengaruhi manusia secara fisik. Musik memang dapat mempengaruhi manusia melalui dua alur. Yakni alur hubungan tubuh-pikiran (berkaitan dengan pengeluaran hormon) maupun alur secara fisik atau material ,” ungkapnya.
Dalam risetnya, Dr Ria menggunakan jenis musik klasik, barok dan romantik sebagai alat stimulasi. Musik diperdengarkan di antaranya adalah lagu-lagu karya Mozart, Antonio Vivaldi, Sebastian Bach, Johan Strauss, Brahms, dan Debussy. Musik ini diperdengarkan secara teratur selama sekitar 1,5- 2 jam sesuai karakternya yakni jenis yang membangkitkan semangat ketika para tikus baru bangun, sedangkan lagu-lagu dari Brahms dan Debussy diputar sebagai pengiring menjelang tidur.
Kelompok tikus pendengar musik mendapatkan lagu-lagu tersebut sejak masa kehamilan (gestasi) hari pertama hingga usia 1, 2 dan lima minggu. Selama penelitian, tikus juga diberi asupan makanan standar berbentuk pelet dengan kandungan protein berbeda namun jumlah kalorinya yang sama.
Pengaruh musik terhadap kualitas dan pertumbuhan gigi dan tulang rahang diukur dan diteliti melalui metode analisis makro, seluler dan teknologi nano. Selain itu juga ditunjang dengan pengukuran kandungan kalsium dan fosfor pada permukaan email gigi dan tulang rahang anak tikus dan analisis kristal hidroksiapatit yang mengetahui peningkatan kekuatan jaringan keras.
“Dari hasil penelitian, pertumbuhan gigi dan rahang kelompok tikus yang mendengar musik lebih cepat dan lebih aktif. Dengan musik ini, pertumbuhan gigi dan rahangnya menjadi optimal. Dari segi kualitasnya, gigi dan rahang tikus yang mendengar musik juga lebih baik,” ungkap Dr Ria.
Dari kesimpulan riset Dr Ria menyarankan, karena paparan musik tidak menimbulkan efek samping dan tidak bersifat invasif, sosialisasi dan pemanfaatan musik sebagai terapi maupun sebagai media penunjang tercapainya kesehatan dan pertumbuhan fisik atau jaringan keras yang optimal perlu dimulai sesegera mungkin.
“Secara prinsip tidak ada ruginya bila diterapkan pada manusia. Terbiasalah mendengarkan musik, dan lebih baik adalah sejak awal dalam kandungan karena yang ditekankan dalam riset ini adalah pertumbuhan,” ungkapnya.
Dr Ria menambahkan, penelitian ini juga lebih jauh dapat dikembangkan untuk mengetahui potensinya terhadap pengobatan dan pencegahan penyakit seperti keropos tulang, karena secara prinsip ada kaitannya dengan jaringan keras dan faktor ketidakseimbangan hormonal karena pengaruh usia.
“Dengan stimulus musik akan ada upaya penyeimbangan hubungan tubuh-pikiran, yang mungkin dapat memperlambat ketidakseimbangan hormonal ini atau membuat tidak parah. Yang pasti, musik tidak bersifat invasif tetapi kelemahannya tidak dapat mengatasi masalah seperti obat. Hanya sebagai penunjang dan berperan dalam upaya preventif,” tandasnya.
Sumber : mediaindonesia.com
“Tidak ada masa depan yang gemilang bagi mereka yang telah kehilangan pengharapan dan imannya”. - Samuel Rutherford.
Sumber : mediaindonesia.com
“Tidak ada masa depan yang gemilang bagi mereka yang telah kehilangan pengharapan dan imannya”. - Samuel Rutherford.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk Para Sahabat Aku Sang Pelangi ;
Silahkan berikan komentar sebagai kenangan bahwa Anda pernah berkunjung di sini. Komentar juga berguna sebagai motivasi dan koreksi jika ada kesalahan dalam pembuatan posting di blog saya yang sederhana ini.
Terima kasih.